Seperti sebuah cerita masa kecil, bahagia rasanya.
Aku bertemu dan menatap lebar mata itu. Berkilau menawan senyumku.
Beberapa waktupun lalu bersaing detik dengan tarikan nafas yang dalam.
Mengelak segalanya yang kuanggap benalu. Aku acuh padanya, tak kuhiraukan pedulinya.
Khilafku dalam diam mencengkram kesenangan sesaat. Bercumbu tapi tidak.
Mereka yang merasa sakitnya cambukku, aku bergelak tawa.
Paradigma itu abu-abu melintas lirih... Tak sampai hati, kelelahan menyergap diri.
Aku lamban menyadari rasaku sebelumnya, setelah kehilangan sosok pengganti dia
Biar sajalah, tangisku takkan mengubah hasratmu.
Tapi kau hebat menjadi yang pertama untuk yang kedua di hidupku.
Kuyakin awan merekam semua akan hadirnya dirimu di minggu itu.
Srikaya yang menyambut awalnya kemudian aku.
Kutau kau mencoba menerka rona wajah dalam ambigu, dan itu aku di satu dan duanya.
Aku tak sendiri aku tau aku mengerti dan sangat paham. Kepekaanku merajalela.
Mengapa kau sembunyikan kedustaanmu di balik cermin? Tak kasat.
Seperti oyen tropodo kesukaanku manisnya, sinusitisku mendekap kembali.
Buat apa kau teteskan airmata? Tak pantas bagimu, kau penerang...jangan redup.
Terangilah sisi semuku, aku akan membelakangi sembunyikan dera hati.
Teramat menyakitkan, tapi selalu terkenang menjadi yang manis. Tersenyumlah :)
Aku bertemu dan menatap lebar mata itu. Berkilau menawan senyumku.
Beberapa waktupun lalu bersaing detik dengan tarikan nafas yang dalam.
Mengelak segalanya yang kuanggap benalu. Aku acuh padanya, tak kuhiraukan pedulinya.
Khilafku dalam diam mencengkram kesenangan sesaat. Bercumbu tapi tidak.
Mereka yang merasa sakitnya cambukku, aku bergelak tawa.
Paradigma itu abu-abu melintas lirih... Tak sampai hati, kelelahan menyergap diri.
Aku lamban menyadari rasaku sebelumnya, setelah kehilangan sosok pengganti dia
Biar sajalah, tangisku takkan mengubah hasratmu.
Tapi kau hebat menjadi yang pertama untuk yang kedua di hidupku.
Kuyakin awan merekam semua akan hadirnya dirimu di minggu itu.
Srikaya yang menyambut awalnya kemudian aku.
Kutau kau mencoba menerka rona wajah dalam ambigu, dan itu aku di satu dan duanya.
Aku tak sendiri aku tau aku mengerti dan sangat paham. Kepekaanku merajalela.
Mengapa kau sembunyikan kedustaanmu di balik cermin? Tak kasat.
Seperti oyen tropodo kesukaanku manisnya, sinusitisku mendekap kembali.
Buat apa kau teteskan airmata? Tak pantas bagimu, kau penerang...jangan redup.
Terangilah sisi semuku, aku akan membelakangi sembunyikan dera hati.
Teramat menyakitkan, tapi selalu terkenang menjadi yang manis. Tersenyumlah :)
0 komentar:
Posting Komentar